Langsung ke konten utama

Kisah Ombak Besar vs Ombak Kecil


Share sedikit, buat refreshing, dan semangat bersama :)

Sementara itu, jauh di belakang gelombang ombak besar, terdengar gemericik suara ombak kecil bersusah payah mengikuti jejak si ombak besar. Tertatih-tatih, mengekor hempasan ombak besar. Si ombak kecil merasa dirinya begitu kecil, lemah, tidak berdaya, dan tersisih di belakang. Sungguh, terasa menyakitkan.

Dengan suaranya yang lemah, kurang percaya diri, ombak kecil bertanya kepada ombak besar. Maka sayup-sayup, terdengar serangkaian percakapan di antara mereka.

"Hai ombak besar...! Aku ingin bertanya kepadamu...!! Mengapa engkau begitu besar, begitu kuat, dan gagah perkasa? Sementara lihatlah diriku... begitu kecil, lemah, dan tidak berdaya. Aku ingin seperti kamu!"

Ombak besar pun menjawab, "Sahabatku, kamu mengganggap dirimu kecil dan tidak berdaya. Sebaliknya, kamu mengganggap aku begitu hebat dan luar biasa. Anggapanmu itu muncul karena kamu belum sadar dan belum mengerti jati dirimu yang sebenarnya!"

"Jati diri? Kalau jati diriku bukan ombak kecil, lalu apa...?" timpal ombak kecil.


Ombak besar meneruskan, "Memang di antara kita terasa berbeda, tetapi sebenarnya jati diri kita adalah sama! Kamu bukan ombak kecil, aku pun juga bukan ombak besar. Ombak kecil dan ombak besar adalah sifat kita yang sementara. Jati diri kita yang sejati adalah air. Bila kamu bisa menyadari bahwa kita sama-sama air, maka kamu tidak akan menderita lagi. Kamu adalah air, setiap waktu kamu bisa menikmati menjadi ombak besar seperti aku: kuat, gagah, dan perkasa."

Sebagai manusia, sering kali kita terjebak dalam kebimbangan akibat situasi sulit yang kita hadapi. Yang sesungguhnya, itu hanyalah pernak-pernik atau tahapan dalam perjalanan kehidupan. Seringkali kita memvonis (keadaan itu) sebagai suratan takdir, lalu muncullah mitos: "Aku tidak beruntung", "Nasibku jelek", "Aku orang gagal". Bahkan ada yang menganggap kondisi tersebut sebagai bentuk ketidakadilan Tuhan!

Dengan memahami bahwa jati diri kita adalah sama-sama manusia, tidak ada alasan untuk merasa kecil dan kerdil dibandingkan dengan orang lain. Karena sesungguhnya, kesuksesan, kesejahteraan, dan kebahagiaan bukan monopoli orang-orang tertentu. Jika orang lain bisa sukses, kita pun juga bisa sukses!

Kesadaran tentang jati diri, bila telah ditemukan, maka di dalam diri kita akan timbul daya dorong dan semangat hidup yang penuh gairah; sedahsyat ombak besar di samudra nan luas, siap menghadapi setiap tantangan dan mengembangkan potensi terbaik demi menapaki puncak tangga kesuksesan.


Salam dari seseorang yang berpengaruh dalam kehidupan saya, semoga bermanfaat


LILO

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamat Ulang Tahun Pendengar yang Baik

Ini acara sih sebenernya udah lama, lebih dari sebulan yang lalu. Tapi, aku pengen banget dan pakek harus ngepost acara ini di blog. Entah kapan! hahaha. Alhasil, baru sekaranglah waktu berpihak, jadi muncullah posting ini. 21 Oktober yang lalu, sahabat saya,  Bangun Widhi , yang suka marah-marah kalau aku panggil dengan sebutan "Pak Bangun" merayakan ulang tahun yang ke-23 (gak enak nyebut sebenernya). Acara ini adalah salah satu acara yang gagal sekaligus berhasil. Kejutannya mengecewakan. Gimana enggak, aku udah koar-koar bikin strategi kejutan plus ngumpulin bala bantuan, dan titah kejutan itu dibaca langsung sama sang korban, Bangun. Itu pertama. Kedua, tanggal 21 Oktober itu hari Senin. Pada hari Sabtunya, kita dapet kabar kurang baik tuh, si Bangun gak masuk gegara sakit akibat balap kuda dijalan (gak ding, canda!). Bangun habis kecelakaan dari motor dan nabrak orang. Nah, anak-anak udah ngerencanain buat kejutannya hari Selasa, mengingat pas hari Selasa
"alasan kenapa kita bisa melihatnya bersama adalah karena kita bersama. aku ingin melihat banyak hal bersamamu. bukan karena takdir, tetapi karena kita saling menjaga. biarlah seperti itu."  Seo In ha - Love Rain

Mata Kecil itu, Kembali Pergi

Empat puluh, empat puluh satu, empat puluh dua! Yup akhirnya! Aku baru saja menyelesaikan anak tangga terakhir dilantai empat gedung D kampus. “Tira, capek”, erang Uti padaku sambil meremas lengan sebelah kananku. Memang bukan tantangan berat untuk menaiki lantai empat gedung tersebut, hanya saja jika itu dilakukan setiap kami akan masuk kelas, kerasa kan capeknya?? Belum lagi jadwal sholat yang belum keitung. Sontak aku dan Uti langsung duduk lesehan bersandarkan tembok didepan kelas sambil melahap botol air mineral yang kami bawa. “lungguh kene lo, cek gak panas”, ucap seorang cowok yang baru saja naik tangga dengan logat jawanya yang kental. Cowok itu langsung mendekat duduk disebelahku. Aku yang sibuk mengatur nafas tiba-tiba saja menoleh, melemparkan senyum. Dua temannya mengikuti, yang satu berwajah bersih, tinggi, dan badannya berisi, yang satu lagi kulitnya gelap dan lucu.