Pernah gak sih punya keinginan membuat sesuatu, trus sesuatu yang kalian bikin itu diakui oleh masyarakat karena manfaatnya? Pati pernah dong. Yup, kali ini saya ingin berbagi tentang hal kecil yang saya lakukan, suatu alat yang kantor saya hasilkan, dan manfaat bagi masyarakat yang merasakan. Simak deh artikel dibawah ini:
"Target pemerintah mendongkrak produksi beras hingga surplus 10 juta ton per tahun pada 2014 mendorong berbagai upaya untuk menjaga kecukupan air di lahan pertanian, khususnya persawahan. Salah satu cara yang ditempuh adalah membangun sistem pemantauan agroklimat di sentra padi di Indonesia.
Pada Hari Meteorologi Dunia tahun 2012, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menetapkan tema ”Powering Our Future with Weather, Climate and Water”. Tema ini mengandung arti, lewat pemantauan dan penyampaian informasi yang tepat dan cepat tentang kondisi cuaca dan iklim serta menjaga ketersediaan air akan memperkuat daya tahan dalam banyak hal, termasuk ketahanan pangan.Kecukupan pangan, terutama beras yang menjadi pangan utama di Indonesia, bukan hal yang mudah dicapai dalam kondisi bumi dipengaruhi pemanasan global dan perubahan iklim.
Perubahan kondisi yang telah berlangsung lama ini antara lain berdampak pada kekacauan siklus hujan dan distribusinya di berbagai belahan dunia. Kekacauan distribusi masa udara ditandai dengan musim kemarau yang lebih panjang dan kering serta curah hujan yang tinggi pada saat penghujan.
Di Indonesia, perubahan iklim berdampak pada penurunan curah hujan hingga 20 persen dalam kurun seperempat abad mendatang. Proyeksi distribusi curah hujan di Indonesia tahun 2015 hingga 2039 menunjukkan, ada penurunan di sebagian Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi, Maluku, serta Papua bagian barat dan tengah, kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sri Woro B Harijono dalam presentasi terkait Hari Air Dunia dan Hari Meteorologi Dunia, pekan lalu.
Namun, distribusi curah hujan hingga tahun 2014 menunjukkan penurunan hingga 20 persen di kawasan tengah dan timur hingga Papua bagian selatan. Sebaliknya, curah hujan di atas normal di Sumatera bagian barat dan seluruh Kalimantan. Di Jawa bagian barat akan banyak hujan, sedangkan Jawa Tengah bagian utara dan seluruh Jawa Timur curah hujan akan di bawah normal.
Kondisi curah hujan yang minim akan menyebabkan produktivitas pertanian turun sehingga mengganggu ketersediaan pangan. Anomali cuaca dan iklim ini tak hanya menyebabkan gagal panen, tetapi juga krisis air bersih dan kebakaran hutan.
Antisipasi iklim ekstremDalam menghadapi iklim ekstrem pada masa mendatang, Pemerintah Indonesia menginisiasi program ketahanan pangan lewat Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengamanan Pangan dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrem.
BMKG melakukan pemantauan dan analisis kondisi iklim ekstrem serta mendiseminasikan informasi peringatan dini iklim ekstrem kepada pihak terkait.Sejak tahun lalu, BMKG memasang alat pemantau cuaca otomatis—disebut pos pemantau otomatis cuaca dan iklim agro (automatic agroclimate and weather station/AAWS)—di 14 lokasi di Indonesia yang merupakan sentra padi.
Lokasi antara lain di Peureulak (Nanggroe Aceh Darussalam), Lebak (Banten), Indramayu (Jawa Barat), Jepara (Jawa Tengah), Sumbawa (NTB), dan Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara). ”Tahun ini pemasangan AAWS dilanjutkan di 65 kabupaten,” kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Widada Sulistyo.
Selama ini, kata Kepala Subbidang Analisa dan Informasi Agroklimat serta Iklim Maritim BMKG Basuki, BMKG memantau cuaca skala lokal bersama dinas pertanian dan pekerjaan umum di kabupaten/kota.
Sistem pemantau cuaca yang digunakan mulai dari yang manual hingga otomatis.Sistem lama antara lain terdiri dari penakar hujan konvensional dan Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus (SMPK). Pada SMPK dipasang beberapa pengukur parameter cuaca meliputi suhu udara dan tanah, kelembaban udara, radiasi matahari baik intensitas maupun lama penyinaran, serta tingkat penguapan air, arah, dan kecepatan angin.
Dengan berkembangnya teknologi mikroelektronika, teknologi komputasi, dan telekomunikasi, dirancang pengukur otomatis antara lain automatic weather station (AWS) dan automatic rain gauge (ARG). Pada AWS dipasangi beberapa sensor pengukur otomatis. Parameter yang diukur sama dengan SMPK. Jumlah AWS tersebar di 160 lokasi di Indonesia.
Pada AAWS, selain parameter meteorologi yang ada pada AWS, untuk mengetahui kondisi iklim agro juga dilakukan pengukuran kondisi tanah. Alat yang digunakan berupa tabung logam sepanjang 1,3 meter. Di dalamnya dipasang sensor pengukur suhu dan kelembaban tanah.
Untuk mengukur tingkat penguapan, terpasang wadah serupa panci berdiameter 120 cm dengan sensor dipasang di bagian tengah. Dengan sistem tersebut, dapat diketahui tingkat penguapan air atau radiasi matahari di daerah tertentu.
Dari Pos Agroklimat, semua parameter pengukuran dikirim secara telemetri ke kantor pusat BMKG. Data itu digunakan untuk memprediksi kondisi cuaca lokal. Hasil analisisnya diteruskan kepada dinas terkait untuk didistribusikan kepada petani.
Program ini bertujuan memberikan informasi tentang cuaca kepada petani untuk mengetahui masa tanam padi yang terbaik. Untuk meningkatkan pemahaman petani pada data cuaca, diselenggarakan pelatihan pengoperasian alat dan membaca data iklim serta pemasangan alat penakar hujan sederhana. ”Sudah ada petani yang menggunakan data cuaca, yaitu di Kabupaten Kupang, NTT. Hasilnya, panen mereka meningkat empat kali lipat,” kata Widada. (Kompas, 29 Maret 2012/ humasristek)"
Artikel di atas adalah artikel dimana produksi alat kantor saya dimuat dalam salah satu surat kabar. Kantor saya bergerak dalam bidang IT Robotik yang biasa menghasilkan produk berbasis Robotik. Seperti yang disebutkan diatas, nama produknya adalah automatic weather station (AWS) yang berada pada naungan kontrol BMKG dan kantor kami tentunya, terutama dalam hal pemasangan maupun maintenance. Kantor kami memang memiliki kerja sama dengan pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Mereka mempercayakan pembuatan AWS kepada pihak kantor kami. Saya ikut andil dalam pembuatan dan maintenancenya lo :)
"Target pemerintah mendongkrak produksi beras hingga surplus 10 juta ton per tahun pada 2014 mendorong berbagai upaya untuk menjaga kecukupan air di lahan pertanian, khususnya persawahan. Salah satu cara yang ditempuh adalah membangun sistem pemantauan agroklimat di sentra padi di Indonesia.
Pada Hari Meteorologi Dunia tahun 2012, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menetapkan tema ”Powering Our Future with Weather, Climate and Water”. Tema ini mengandung arti, lewat pemantauan dan penyampaian informasi yang tepat dan cepat tentang kondisi cuaca dan iklim serta menjaga ketersediaan air akan memperkuat daya tahan dalam banyak hal, termasuk ketahanan pangan.Kecukupan pangan, terutama beras yang menjadi pangan utama di Indonesia, bukan hal yang mudah dicapai dalam kondisi bumi dipengaruhi pemanasan global dan perubahan iklim.
Perubahan kondisi yang telah berlangsung lama ini antara lain berdampak pada kekacauan siklus hujan dan distribusinya di berbagai belahan dunia. Kekacauan distribusi masa udara ditandai dengan musim kemarau yang lebih panjang dan kering serta curah hujan yang tinggi pada saat penghujan.
Di Indonesia, perubahan iklim berdampak pada penurunan curah hujan hingga 20 persen dalam kurun seperempat abad mendatang. Proyeksi distribusi curah hujan di Indonesia tahun 2015 hingga 2039 menunjukkan, ada penurunan di sebagian Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi, Maluku, serta Papua bagian barat dan tengah, kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sri Woro B Harijono dalam presentasi terkait Hari Air Dunia dan Hari Meteorologi Dunia, pekan lalu.
Namun, distribusi curah hujan hingga tahun 2014 menunjukkan penurunan hingga 20 persen di kawasan tengah dan timur hingga Papua bagian selatan. Sebaliknya, curah hujan di atas normal di Sumatera bagian barat dan seluruh Kalimantan. Di Jawa bagian barat akan banyak hujan, sedangkan Jawa Tengah bagian utara dan seluruh Jawa Timur curah hujan akan di bawah normal.
Kondisi curah hujan yang minim akan menyebabkan produktivitas pertanian turun sehingga mengganggu ketersediaan pangan. Anomali cuaca dan iklim ini tak hanya menyebabkan gagal panen, tetapi juga krisis air bersih dan kebakaran hutan.
Antisipasi iklim ekstremDalam menghadapi iklim ekstrem pada masa mendatang, Pemerintah Indonesia menginisiasi program ketahanan pangan lewat Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengamanan Pangan dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrem.
BMKG melakukan pemantauan dan analisis kondisi iklim ekstrem serta mendiseminasikan informasi peringatan dini iklim ekstrem kepada pihak terkait.Sejak tahun lalu, BMKG memasang alat pemantau cuaca otomatis—disebut pos pemantau otomatis cuaca dan iklim agro (automatic agroclimate and weather station/AAWS)—di 14 lokasi di Indonesia yang merupakan sentra padi.
Lokasi antara lain di Peureulak (Nanggroe Aceh Darussalam), Lebak (Banten), Indramayu (Jawa Barat), Jepara (Jawa Tengah), Sumbawa (NTB), dan Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara). ”Tahun ini pemasangan AAWS dilanjutkan di 65 kabupaten,” kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Widada Sulistyo.
Selama ini, kata Kepala Subbidang Analisa dan Informasi Agroklimat serta Iklim Maritim BMKG Basuki, BMKG memantau cuaca skala lokal bersama dinas pertanian dan pekerjaan umum di kabupaten/kota.
Sistem pemantau cuaca yang digunakan mulai dari yang manual hingga otomatis.Sistem lama antara lain terdiri dari penakar hujan konvensional dan Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus (SMPK). Pada SMPK dipasang beberapa pengukur parameter cuaca meliputi suhu udara dan tanah, kelembaban udara, radiasi matahari baik intensitas maupun lama penyinaran, serta tingkat penguapan air, arah, dan kecepatan angin.
Dengan berkembangnya teknologi mikroelektronika, teknologi komputasi, dan telekomunikasi, dirancang pengukur otomatis antara lain automatic weather station (AWS) dan automatic rain gauge (ARG). Pada AWS dipasangi beberapa sensor pengukur otomatis. Parameter yang diukur sama dengan SMPK. Jumlah AWS tersebar di 160 lokasi di Indonesia.
Pada AAWS, selain parameter meteorologi yang ada pada AWS, untuk mengetahui kondisi iklim agro juga dilakukan pengukuran kondisi tanah. Alat yang digunakan berupa tabung logam sepanjang 1,3 meter. Di dalamnya dipasang sensor pengukur suhu dan kelembaban tanah.
Untuk mengukur tingkat penguapan, terpasang wadah serupa panci berdiameter 120 cm dengan sensor dipasang di bagian tengah. Dengan sistem tersebut, dapat diketahui tingkat penguapan air atau radiasi matahari di daerah tertentu.
Dari Pos Agroklimat, semua parameter pengukuran dikirim secara telemetri ke kantor pusat BMKG. Data itu digunakan untuk memprediksi kondisi cuaca lokal. Hasil analisisnya diteruskan kepada dinas terkait untuk didistribusikan kepada petani.
Program ini bertujuan memberikan informasi tentang cuaca kepada petani untuk mengetahui masa tanam padi yang terbaik. Untuk meningkatkan pemahaman petani pada data cuaca, diselenggarakan pelatihan pengoperasian alat dan membaca data iklim serta pemasangan alat penakar hujan sederhana. ”Sudah ada petani yang menggunakan data cuaca, yaitu di Kabupaten Kupang, NTT. Hasilnya, panen mereka meningkat empat kali lipat,” kata Widada. (Kompas, 29 Maret 2012/ humasristek)"
weh, weh, weh, huebat :D
BalasHapusLANJUTKAN !
terima kasih semangatnya! :D
BalasHapus